LAPORAN KKL TERPADU 2012
PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI
SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA
‘’Direktorat Jenderal Pajak’’
OLEH :
ARIEF BAYU ADHI (7101411173)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah oleh :
Nama : Arief Bayu Adhi
NIM : 7101411173
Jurusan/Prodi : Pendidikan
Ekonomi (Akuntansi/S1)
Telah disetujui
pada tanggal,
Mengetahui,
Pendamping
KKL I Pendamping
KKL II
Drs. Partono, M.pd Drs.
Marimin, M.pd
NIP :
19560427 198203 1 002 NIP
: 19520228 198003 1 003
Kepala Jurusan Pendidikan Ekonomi
Dra. Nanik Suryani, M.pd
NIP : 19560421 198503 2 001
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menulis laporan Kuliah Kerja Lapangan ini tepat pada
waktunya. Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini membahas Sistem Perpajakan di
Indonesia.
Dalam
penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Dengan
demikian, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Drs.
Marimin, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs.
Partono. Selaku Dosen Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan Universitas Negeri
Semarang.
3. Direktorat
Jenderal Pajak. Selaku Objek Kuliah Kerja Lapangan Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa
laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penulisan maupun
materinya. Kritik kostruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan laporan selanjutnya. Akhir kata semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Semarang, 26 Agustus 2012
|
|
Penulis
|
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Di dalam program
akademik Fakultas Ekonomi UNNES, terdapat berbagai macam kegiatan praktikum
yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa di masing-masing prodi.Salah satu
kegiatan praktek tersebut adalah kegiatan Kuliah Kerja Lapangan.
Kuliah Kerja
Lapangan ( KKL ) adalah suatu kegiatan ilmiah berupa kajian materi perkuliahan
dengan menggunakan pendekatan keilmuan terhadap objek yang terkait dengan
ekonomi. Mengingat Kajian mata kuliah pada jurusan Akuntansi yang banyak membutuhkan
kajian-kajian di lapangan, KKL ini dirasakan memiliki peran yang strategis, signifikan,
dan penting guna menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa.
Sebagai mahasiswa
yang sering disebut-sebut sebagai agent of change, kegiatan-kegiatan
seperti ini sangatlah membantu meningkatkan kualitas penguasaan materi
perkuliahan dan kemampuan memanage kegiatan di lapangan. Mahasiswa
merupakan tonggak perubahan yang siap menjadi konstuktor pembangunan di
Indonesia.Mengetahui begitu besarnya peran Mahasiswa tersebut, mereka harus
senantiasa berpikir kritis dan kreatif dalam segala hal, termasuk di dalamnya
berbagai problematika perekonomian yang dihadapi bangsa Indonesia.
Keterpurukan dan
berbagai macam persoalan tersebut menjadi sektor yang penting untuk dipecahkan
melalui teori-teori yang didapatkan di bangku perkuliahan, yang sekaligus
sebagai bekal mahasiswa untuk terjun menghadapi dunia kerja yang sebenarnya ( the
real work job ).
Oleh karena itu,
dengan adanya KKL terpadu 2012 pendidikan ekonomi (akuntansi, koperasi, dan
administrasi perkantoran) dan ekonomi pembangunan, mahasiswa diharapkan mampu
mengaplikasi serta mengimplementasikan teori-teori yang didapat di bangku
kuliah ke dalam dunia kerja yang sesungguhnya
1.2.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
Pengertian pajak ? Serta mengapa harus membayar pajak ?
b.
Dan
siapa saja yang wajib membayar pajak ?
c.
Bagaimana
membayar pajak yang benar ?
d.
Bagaimana
pelaksanaan pajak di Indonesia
1.3.
Tujuan
dan Manfaat
a. Tujuan Kegiatan
Melalui kegiatan KKL ini,
diharapkan mahasiswa akan memperoleh bekal pengetahuan yang mantap dan
terampil.Adapun tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan ini antara lain :
i. Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mahasiswa,
melalui sumber-sumber yang ada di lapangan.
ii. Melatih ketrampilan mahasiswa dalam manajemen
kegiatan-kegiatan di lapangan
iii. Melatih Mahasiswa dalam menganalisis hasil kegiatan KKL
atas dasar teori yang diberikan dengan kondisi yang sebenarnya, seiring dengan
perkembangan dan perubahan social masyarakat.
b. Manfaat Kegiatan
Meningkatakan
kualitas penguasaan materi, ketrampilan dalam penulisan karya ilmiah, dan
kemampuan memanajemen lapangan.
1.4.
Tempat
dan Waktu Pelaksanaan
KKL Terpadu terpadu 2012 Pendidikan Ekonomi (Akuntansi,
Koperasi, dan Administrasi Perkantoran) dan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang akan dilaksanakan pada :
Hari : Minggu - Rabu
Tanggal : 15-18 Juli 2012
Tempat :
Jakarta- Bandung
Objek
KKL yang diprioritaskan :
a.
Pendidikan
Ekonomi Akuntansi :
Direktorat Jenderal Pajak dan BNI
b.
Pendidikan
Ekonomi Koperasi :
Kementrian Koperasi
c.
Pendidikan
Ekonomi Adm Perkantoran : Lembaga
Administrasi Negara
d.
Ekonomi
Pembangunan : Bappenas
Objek Wisata :
a.
Dufan
(Dunia Fantasi Ancol) d.
Cibaduyut
b.
Ciater
c.
Tangkuban
Perahu
1.5.
Peserta
KKL Terpadu
Peserta KKL terpadu
adalah mahasiswa jurusan pendidikan ekonomi(akuntansi, koperasi, dan
administrasi perkantoran) dan ekonomi pembangunan beserta dosen pembimbing fakultas
ekonomi, Universitas Negeri Semarang.
yang terdiri dari :
a.
Pendidikan
Ekonomi Akuntansi A : 50
b.
Pendidikan
Ekonomi Akuntansi B : 58
c.
Pendidikan
Ekonomi Akuntansi C : 58
d.
Pendidikan
Ekonomi Koperasi A : 59
e.
Pendidikan
Ekonomi Koperasi B : 60
f.
Pendidikan
Ekonomi Administrasi Perkantoran A : 59
g.
Pendidikan
Ekonomi Administrasi Perkantoran B : 60
h.
Ekonomi
Pembangunan A : 58
i.
Ekonomi
Pembangunan B : 52
JUMLAH :
523
1.6.
Bentuk
Kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan kali
ini dilaksanakan pukul 10.00 WIB di Kantor Direktorat Jenderal Pajak. Bentuk
kegiatannya berupa observasi dengan workshop mengenai perpajakan. Kegiatan ini
di hadiri oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak, dosen pembimbing
Kuliah Kerja Langsung, Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Akuntansi A dan Pendidikan
Ekonomi Akuntansi B.
1.7.
Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang saya gunakan dalam
menyusun laporan ini adalah observasi dan studi pustaka. Observasi ialah
metode yang digunakan untuk mengumpulkan data langsung datang ke objek tersebu,
sesuai dengan pengertian tersebut saya datang langsung ke Direktorat Jenderal
Pajak yang ada di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2012. Untuk mengetahui berbagai
hal tentang perpajakan di Indonesia.
Sedangkan Sudi
Pustaka ialah mencari objek dari berbagai sumber antara lain buku-buku tentang
perpajakan dan internet. Untuk mengetahui lebih dari yang disampaikan dalam kunjungan
ke Direktorat Jenderal Pajak saya mencari artikel maupun yang lain dari sumber
tersebut tentang Direktorat Jenderal Pajak maupun Perpajakan di Indonesia
secara menyeluruh baik pelaksanaan maupun pengawasan pemerintah itu sendiri
terhadap pajak.
1.8.
Sistematika
Penulisan
i.
Bab
I Pendahuluan
a)
Latar
belakang
b)
Rumusan
Masalah
c)
Tujuan
dan Manfaat
d)
Tempat
dan Waktu Pelaksanaan
e)
Peserta
KKL Terpadu
f)
Bentuk
Kegiatan
g)
Metode
Pengumpulan Data
h)
Sistematika
Penulisan
ii.
Bab
II Pembahasan
a)
Profil
Lembaga
b)
Pembahasan
mengenai kunjungan
iii.
Bab
III Penutupan
a)
Kesimpulan
b)
Saran
iv.
Bab
IV Daftar Pustaka
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Profil Lembaga
KETERANGAN UMUM:
Motto: Negara Dana Rakca
Bentuk: Segi Lima
Tata warna: Biru kehitam-hitaman, kuning emas, putih, dan hijau.
Lukisan :
- Padi sepanjang 17 butir.
- Kapas sepanjang 8 butir, terdiri dari: 4 buah berlengkung 4, dan 4 buah berlengkung lima.
- Sayap
- Gada
Seluruh unsur-unsur tersebut tergambar dalam ruang segilima
Susunan :
a.
Dasar segilima berwarna biru
kehitam-hitaman
b.
Padi kuning emas
c.
Gada kuning emas
d.
Bokong kuning emas
e.
Pita putih
f.
Motto atau semboyan biru
kehitam-hitaman
Makna :
a.
Padi dan kapas melambangkan
cita-cita upaya kita untuk mengisi kesejahteraan bangsa dan sekaligus diberi
sebagai arti sebagai tanggal lahirnya Negara Republik Indonesia.
b.
Sayap melambangkan ketangkasan
dalam menjalankan tugas.
c. Gada
melambangkan daya dan upaya menghimpun, mengerahkan, dan mengamankan keuangan
negara.
Sejarah tentang Perpajakan di Indonesia Sehingga terbentuklah Direktorat Jenderal Pajak :
Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada
mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :
·
Jawatan Pajak yang
bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan
melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah;
·
Jawatan Lelang yang
bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan
piutang pajak Negara;
·
Jawatan Akuntan
Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak
terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan
·
Jawatan Pajak Hasil
Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang bertugas
melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963
diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah
lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun
1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat
Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui
Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi
Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Demikian juga unit kantor di daerah yang
semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan,
dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.
Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di
Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak
(Kantor Wilayah) seperti yang ada sekarang ini.
·
1924 – Djawatan
Padjak dibawah Departemen Van Financien berdasar Staatsblad 1924 No. 576
Artikel 3
·
1942 – Djawatan
Padjak dibawah Zaimubu (Djawatan Padjak, Bea Cukai dan Padjak Hasil Bumi)
·
1945 – berdasarkan
Penetapan Pemerintah No.2/SD Urusan Bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian
Padjak
·
1950 – Djawatan
Padjak dibawah Direktur Iuran Negara
·
1958 – Djawatan
Padjak dibawah vertikal langsung Departemen Keuangan
·
1964 – Djawatan
Padjak berubah menjadi Direktorat Pajak dibawah pimpinan Menteri Urusan
Pendapatan Negara
·
1965 – Direktorat
IPEDA di bawah Ditjen Moneter
·
1966 – Direktorat
Padjak diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak
·
1976 – Direktorat
IPEDA dialihkan Ke Direktorat Jenderal Pajak
·
1983 – Tax Reform I
berlakunya Self Assesment
·
1985 – IPEDA
berganti nama menjadi Direktorat PBB
·
2000 – Tax Reform
II
·
2002 – Modernisasi
Birokrasi
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
merupakan institusi penting di negara ini dimana saat ini dipercaya
mengumpulkan sekitar 80% dari dana APBN, ternyata mempunyai sejarah panjang
sejak sebelum proklamasi kemerdekaan RI. Sejarah singkat DJP terbagi dalam
beberapa periode sebagai berikut:
1.
Pra Proklamasi
Kemerdekaan RI
Pada zaman penjajahan Belanda, tugas
pemerintahan dalam bidang moneter dilaksanakan oleh Departemen Van Financien
dengan dasar hukumnya yaitu Staatsblad 1924 Number 576, Artikel 3.
Pada masa penguasaan Jepang, Departemen
Van Financien diubah namanya menjadi Zaimubu. Djawatan-djawatan yang mengurus
penghasilan negara seperti Djawatan Bea Cukai, Djawatan Padjak, serta Djawatan
Padjak Hasil Bumi. Ketiganya digabungkan dan berada di bawah seorang pimpinan
dengan nama Syusekatjo.
2. Periode 1945-1959
Maklumat Menteri Keuangan Nomor 1 Tanggal
5 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa seluruh Undang-undang atau peraturan
tentang perbendaharaan Keuangan Negara, pajak, lelang, bea dan cukai, pengadaan
candu dan garam tetap menggunakan Undang-Undang atau peraturan yang ada
sebelumnya sampai dengan dikeluarkannya peraturan yang baru dari pemerintah
Indonesia. Sedangkan Penetapan Pemerintah tanggal 7 Nopember 1945 No. 2/S.D.
memutuskan bahwa urusan bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian Padjak mulai
tanggal 1 Nopember 1945 sesuai dengan Putusan Menteri Keuangan tanggal 31
Oktober 1945 No. B.01/1.
Akhir tahun 1951 Kementerian Keuangan
mengadakan perubahan dimana Djawatan Padjak, Djawatan Bea dan Cukai dan
Djawatan Padjak Bumi berada dibawah koordinasi Direktur Iuran Negara.
3. Periode 1960-1994
Tahun 1964 Djawatan Padjak diubah menjadi
Direktorat Pajak yang berada dibawah pimpinan Pembantu Menteri Urusan
Pendapatan Negara. Kemudian pada tahun 1966 berdasarkan Keputusan Presidium
Kabinet No. 75/U/KEP/11/1966 tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas
Departemen-Departemen, Direktorat Padjak diubah menjadi Direktorat Djenderal
Padjak yang membawahi Sekretariat Direktorat Djenderal, Direktorat Padjak
Langsung, Direktorat Padjak Tidak Langsung, Direktorat Perentjanaan dan
Pengusutan,dan Direktorat Pembinaan Wilayah.
Daftar Unit Kerja Kantor Pusat dan Unit Vertikal Direktorat Jenderal Pajak
Tahun 1988 Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak terdiri dari satu sekretariat, 6 Direktorat dan 2 Pusat.
Kemudian pada tahun 1994 Kantor Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari 1
Sekretariat dan 8 Direktorat. Terakhir pada Desember 2006 berdasarkan PMK
131/PMK.01/2006, susunan organisasi Kantor Pusat DJP berubah kembali,terdiri
dari 1 Sekretariat dan 12 Direktorat dan 1 Pusat yang dipimpin pejabat eselon
II a yaitu :
1.
Sekretariat
Direktorat Jenderal,
2.
Direktorat Potensi,
Kepatuhan dan Penerimaan,
3.
Direktorat
Peraturan Perpajakan I
4.
Direktorat
Peraturan Perpajakan II,
5.
Direktorat
Keberatan dan Banding,
6.
Direktorat
Ekstensifikasi dan Penilaian,
7.
Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan,
8.
Direktorat
Penyuluhan, Pelayanan & Hubungan Masyarakat,
9.
Direktorat
Teknologi Informasi Perpajakan,
10. Direktorat Intelijen dan Penyidikan,
11. Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi Informasi,
12. Direktorat Transformasi Proses Bisnis.
13. Direktorat Kepatuhan Internal& Transformasi Sumber
Daya Aparatur,
14. Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Selain itu terdapat juga 4 Tenaga Pengkaji,
yaitu :
1.
Tenaga Pengkaji
bidang Pelayanan Perpajakan
2.
Tenaga Pengkaji
bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Perpajakan
3.
Tenaga Pengkaji
bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan
4.
Tenaga Pengkaji
bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia
Sedangkan unit kerja vertikal di daerah
meliputi Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan Kantor
Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Saat ini terdapat 31
Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia, yang dipimpin pejabat eselon II a.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
nomor 223/KMK.03/2002 tanggal 14 Mei 2002 Susunan Keanggotaan Direktorat Jenderal Pajak
adalah sebagai berikut
i.
Ketua Sekretaris
Jenderal Departemen Keuangan
ii.
Wakil Ketua I Direktur
Jenderal Pajak Departemen Keuangan
iii.
Wakil Ketua II Inspektur
Jenderal Departemen Keuangan
iv.
Sekretaris
Inspektorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Anggota
v.
Sekretaris
Direktorat Jenderal Pajak
vi.
Inspektur Bidang I
Inspektorat Jenderal
vii.
Inspektur Bidang II
Inspektorat Jenderal
viii.
Kepala Biro Hukum
dan Humas
ix.
Kepala Biro
Kepegawaian
Berikut adalah tugas dan wewenang Direktorat Jenderal
Pajak
i.
Menerima pengaduan
atas pelanggaran terhadap Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak;
ii.
Mempelajari dan
mengelompokkan informasi dugaan pelanggaran Kode Etik Pegawai di Lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak Menentukan dugaan pelanggaran Kode Etik Pegawai di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang harus ditindaklanjuti;
iii.
Melakukan
penelitian atas dugaan pelanggaran Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak, yang meliputi Mencari dan mengumpulkan bukti atas dugaan
pelanggaran Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
iv.
Memanggil dan
meminta keterangan dari pegawai yang diduga melanggar Kode Etik Pegawai di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan atau dari pihak lain yang diperlukan;
v.
Membuat dan
menandatangani Berita Acara Penelitian Atas Pelanggaran Kode Etik Pegawai di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
vi.
Membuat Laporan
Hasil Penelitian Atas Pelanggaran Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak;
vii.
Menyerahkan Berita
Acara Penelitian Atas Pelanggaran Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak kepada Pejabat yang berwenang.
viii.
Memanggil dan
meminta keterangan kepada Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik
Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
ix.
Meminta keterangan
dari pihak lain yang diperlukan dalam rangka penelitian atas dugaan pelanggaran
Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
x.
Meminta keterangan
dari Wajib Pajak terkait sehubungan dengan dugaan pelanggaran Kode Etik dengan
tetap memperhatikan kerahasiaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku
xi.
Mengusulkan
pemberian sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
terhadap Pegawai yang melanggar Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak;
xii.
Mengusulkan pemberhentian
Pegawai yang melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Pegawai.
xiii.
Untuk membantu
kelancaran pelaksanaan tugas, Ketua Komite Kode Etik dapat membentuk Tim Kerja
dan Sekretariat
xiv.
Komite Kode Etik
Pegawai. Komite Kode Etik Pegawai bertanggung jawab langsung kepada Menteri
Keuangan.
2.2 Pembahasan Mengenai Kunjungan
A.
Pengertian Pajak
Di Indonesia,
dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Di
tingkat pemerintah daerah, di kenal juga beberapa macam pajak seperti Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Restoran, dan lain-lain.
Definisi pajak
yang terkenal dalam dunia akademik dikemukakan oleh Prof. Rochmat Soemitro
yaitu :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi
di atas terlihat bahwa pajak harus berdasarkan Undang-undang yang disusun dan
dibahas bersama antara pemerintah dan DPR sehingga pajak merupakan ketentuan
berdasarkan kehendak rakyat, bukan kehendak penguasa semata. Pembayar pajak
tidak akan mendapat imbalan langsung. Manfaat dari pajak akan dirasakan oleh
seluruh masyarakat baik yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak.
Undang-undang
perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. pada Undang-undang inilah definisi pajak
dicantumkan. Adapun definisi pajak menurut Undang-undang ini adalah sebagai
berikut :
Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat
.
Definisi versi
UU KUP ini nyaris hampir sama dengan definisi Rochmat Soemitro. Kata-kata
“iuran” diganti dengan kata “kontribusi” yang nadanya lebih bersifat positif
karena mengandung makna partisipasi masyarakat. Kemudian ada tambahan “bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat” yang membuat kata pajak lebih bernilai positif
karena untuk tujuan kemakmuran rakyat melalui penyediaan barang dan jasa publik
seperti pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, jalan raya, dan fasilitas
umum lainnya.
B. Unsur Pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan
terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber
dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak
adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang
unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
- Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
- Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
- Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
- Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
C.Jenis Pajak
1. Pajak Negara
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Diatur
dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali
dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
Diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
UU
No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
UU
No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
·
Cukai
UU
No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
2. Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
·
Pajak Provinsi
terdiri dari:
a.
Pajak Kendaraan
Bermotor;
b.
Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak Air Permukaan;
dan
e.
Pajak Rokok.
·
Jenis Pajak
Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.
Pajak Hotel;
b.
Pajak Restoran;
c.
Pajak Hiburan;
d.
Pajak Reklame;
e.
Pajak Penerangan
Jalan;
f.
Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan;
g.
Pajak Parkir;
h.
Pajak Air Tanah;
i.
Pajak Sarang Burung
Walet;
j.
Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k.
Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.
D.Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal
diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak.
·
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman
modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana
untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang
efektif dan efisien.
·
Fungsi redistribusi
pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan
digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
E. Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan
membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan
karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka
pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
·
Pemungutan pajak harus adil
·
Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
·
Pemungutan pajak harus efesien
·
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
F.Pajak Penghasilan (PPh)
Objek
pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekekyaan Wajib pajak.
Penghitungan
PPh Pasal 21
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan
Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai
negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
PTKP :
1.
Untuk diri pegawai
setahun = Rp 2.880.000,00
sebulan = Rp 240.000,00
setahun = Rp 2.880.000,00
sebulan = Rp 240.000,00
2.
Tambahan untuk pegawai yang kawin
setahun = Rp 1.440.000,00
sebulan = Rp 120.000,00
setahun = Rp 1.440.000,00
sebulan = Rp 120.000,00
3.
Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan
dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau
anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00
4.
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.440.000,00
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak ;
o Sampai dengan
Rp 25.000.000,00 = 5 %
o Di atas
Rp 25.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 10 %
o Di atas
Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 = 15 %
o Di atas Rp
100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00 = 25 %
o Di atas Rp
200.000.000,00 = 35 %
G. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
I. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi
dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun
1994 tanggal 9 November 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
II. Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan/atau Bangunan“
·
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan)
dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah,
pekarangan, tambang, dll.
·
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan
atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik
Indonesia. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung
bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas
pantai, dll.
III. Objek
PBB Yang Dikecualikan
Objek yang dikecualikan adalah objek
yang :
1.
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit
pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2.
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.
3.
Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, dan lain-lain.
4.
Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas
timbal balik dan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
IV. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata :
·
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
·
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
·
memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
·
memperoleh manfaat atas bangunan.
V. Cara
Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau
Badan yang menjadi Subjek PBB
harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor
Pelayanan PBB atau Kantor
Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut,
dengan menggunakan formulir Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di Kantor
Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
VI. Dasar
Pengenaan PBB
Dasar pengenaan
PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP)”. NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :
1.
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar;
2.
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang
letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;
3.
nilai perolehan baru;
4.
penentuan nilai jual objek pengganti.
VII. Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas
NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk
setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan
ketentuan sebagai berikut :
1.
Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP
sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
2.
Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka
yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya
terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
VIII. Dasar Penghitungan PBB
Dasar
penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena
Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
·
Objek pajak perkebunan adalah 40%
·
Objek pajak kehutanan adalah 40%
·
Objek pajak pertambangan adalah 20%
·
Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
IX. Tarif PBB
» apabila NJOP-nya lebih
dari Rp1.000.000.000,00 adalah 40%» apabila NJOP-nya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 adalah 20%
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%.
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
PPnBM merupakan jenis pajak yang
merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun
demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan
Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan
terhadap :
1.
penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2.
impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan
pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan
pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan
setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah
pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM
atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN
impor dan PPh Pasal 22 Impor.
Dasar
Pertimbangan Pengenaan PPnBM
1.
perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2.
perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah;
3.
perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau
tradisional;
4.
perlu untuk mengamankan penerimaan negara;
Pengertian
BKP Mewah
1.
bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan
pokok; atau
2.
barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3.
pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; atau
4.
barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
5.
apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.
6.
PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha
yang menghasilan BKP Mewah menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam
pengertian menghasilkan adalah sebagai berikut ;
1.
merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang
elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya;
2.
memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur
bahan lain atau tidak;
3.
mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk
menghasilkan satu atau lebih barang lain;
4.
mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang
melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya;
5.
membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang
ditutup menurut cara tertentu;
Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah
Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN,
ditentukan :
1.
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2.
Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
3.
Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
4.
Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.”
Peraturan Pemerintah yang mengatur
pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang
kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7
Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun
2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006.
Adapun Keputusan Menteri Keuangan yang
mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 570/KMK.04/2000, 381/KMK.03/2001, 141/KMK.03/2002, 39/KMK.03/2003 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
I. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang
atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk
jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang)
yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen
akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena
Pajak yang disingkat
PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak
keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP
menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP
membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal
untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk
penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang_Undang No. 42 Tahun 2009.
Karakteristik
·
Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung
jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang
berbeda.
·
Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada
objek pajak.
·
Menghindari pengenaan pajak berganda.
·
Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect
subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak
keluaran.
2.1 NPWP dan Fungsinya.
Nomor Pokok
Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas wajib pajakdalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Pendaftaran
NPWP dapat dilakukan dengan membuka situs DJP. Langkah-langkahnya adalah :
·
Cari situs DJP di Internet dengan
alamat www.pajak.go.id.
·
Selanjutnya anda memilih menu
e-reg (electronic registration).
·
Pilih menu “buat account baru” dan
isilah kolom sesuai dengan yang diminta.
·
Setelah itu anda akan masuk ke
menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Dan isilah sesuai dengan
KTP yang anda miliki.
·
Anda akan memperoleh Surat
Keterangan Terdaftar Sementara yang berlaku selama 30 hari sejak pendaftaran
dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut sebagai bukti anda sudah terdaftar
sebagai Wajib Pajak.
·
Tanda tangani formulir registrasi,
kemudian dapat dikirimkan/disampaikan langsung bersama dengan SKT sementara
tersebut. Setelah itu Wajib Pajak akan menerima NPWP dan SKT asli.
·
Selain itu pendaftaran juga dapat
dilakukan dengan cara langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal dari wajib pajak serta mendatangi Pojok Pajak yang terdapat di
tempat keramaian (mall, gedung perkantoran).
Manfaat dari
NPWP yaitu :
·
Kemudahan Pengurusan Administrasi,
dalam :
ü
Pengajuan kredit bank
ü
Pembuatan rekening koran di bank
ü
Pengajuan SIUP/TDP
ü
Pembayaran pajak final
ü
Pembuatan paspor
ü
Mengikuti lelang di instansi
pemerintah, BUMN dan BUMD
·
Kemudahan Pelayanan Perpajakan :
ü
Pengembalian pajak
ü
Pengurangan pembayaran pajak
ü
Penyetoran dan pelaporan pajak
Setiap orang
yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan atas
perbuatannya tersaebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6bulan dan paling lama 6tahun dan denda
paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2.2 Faktur Pajak
Faktur pajak
adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat
faktur pajak untuk setiap :
§
Penyerahan BKP
§
Penyerahan JKP
§
Ekspor BKP Tidak Berwujud
§
Ekspor JKP
Pengusaha Kena
Pajak dapat membuat 1 faktur pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan
kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama selama 1 bulan kalender yang
disebut dengan Faktur pajak gabungan.
Faktur pajak
harus dibuat pada :
»
Saat penyerahan BKP dan atau
penyerahan JKP
»
Saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyrahan
JKP
»
Saat penerimaan pembayaran termin
dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
»
Saat lain yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri keuangan sendiri
Faktur pajak
gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP.
Faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangkan waktu 3 bulan sejak saat
faktur pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur pajak.
Orang pribadi
atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat
faktur pajak.
PKP dikenai
sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila tidak membuat
faktur pajak, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dan melaporkan faktur
pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
2.3 Surat Pemberitahuan
Surat
Pemberitahuan (SPT) adalah orang yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan
objek pajak dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Terdapat 2
macam SPT yaitu :
a.
SPT Masa adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b.
SPT tahunan adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Fungsi SPT :
·
Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana
WP untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
»
Pembayaran atau pelunasan pajak
yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak
lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak
»
Penghasilan yang merupakan objek
pajak dan atau bukan objek pajak
»
Harta dan kewajiban
»
Pemotongan atau pemungutan pajak
orang atau badan lain dalam satu masa pajak
·
Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM
yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
»
Pengkreditan Pajak Masukan
terhadap Pajak Keluaran.
»
Pembayaran atau pelunasan pajaka
yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui
pihak lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
·
Pemotong atau pemungut pajak
Sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkan.
2.4 Tindak Pidana Bidang Perpajakan
Pelanggaran
terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak, sepanjang menyangkut
pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenai sanksi administrasi,
sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenal dengan
sanksi pidana.
Sanksi tindak
pidana dalam bidang perpajakan:
a.
Setiap orang yang karena
kealpaannya :
ª
Tidak menyampaikan SPT atau
ª
Menyampaikan SPT, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar.
Sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan setelah perbuatan pertama kali, didenda paling sedikit 1 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau pidana kurungan paling
sedikit 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
b.
Setiap orang dengan sengaja:
Ø
Tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak; atau
Ø
Menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak NPWP atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
Ø
Tidak menyampaikan SPT; atau
Ø
Menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
Ø
Menolak untuk dilakukan
pemeriksaan; atau
Ø
Memperlihatkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar,
atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; atau
Ø
Tidak menyelenggarakan pembukuan
dan pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjam buku, catatan, atau
dokumen lainnya; atau
Ø
Tidak menyimpan buku, catatan,
atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dokumen lain termasuk
hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia; atau
Ø
Tidak menyetorkan pajak yang telah
dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6
tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani tindak pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai pidana 2
kali lipat dari ancaman pidana yang diatur.
·
Setiap orang yang melakukan
percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak NPWP atau pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda
paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah retitusi yang
dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
·
Setiap orang yang dengan sengaja :
Ø
Menerbitkan dan atau menggunakan
faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemungutan pajak, dan atau bukti
setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Ø
Menerbitkan faktur pajak tetapi
belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan penjara paling
singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam
faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti
setoran pajak.
·
Sanksi tindak pidana belaku juga
bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari wajib pajak, yang menyuruh melakukan, yang
turut serta melakukan, yang mengajurkan, atau yang membantu melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan.
Tindak pidana
di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau 10 tahun sejak
terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Setiap pejabat
baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan,
dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan.
Pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan WP tersebut dapat diancam
sanksi pidana sebagai berikut :
Ø
Pejabat yang karena kealpaannya
tidak memenuhi kewajiban merahasiakan masalah perpajakan wajib pajak antara
lain : surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan
oleh wajib pajak, data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia,
dan dokumen dan atau rahasia wajib pajak ketentuan perundang-undangan yang
berkenaan, dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
Rp. 25.000.000,- .
Ø
Pejabat yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban merahasiakan masalah perpajakan wajib pajak, dipidana penjara paling
lama 2tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- .
Keterlibatan
dan sanksi pihak ketiga:
Ø
Setiap orang yang wajib memberikan
keterangan atau bukti yang diminta sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 35
tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi
keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp. 25.000.000,- .
Ø
Setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak
Rp.75.000.000,- .
Ø
Setiap orang yang dengan sengaja
tidak memenuhi kewajiban yang sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 35A ayat (1)
yang bunyinya : “setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain,
wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP
yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai mana dimaksud dalam pasal 35 ayat (2) yaitu “dalam
hal pihak-pihak yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan
wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan
tindak pidana dibidang perpajakan terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk
keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank,
kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari menteri keuangan”,
dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,- .
Ø
Setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain yaitu
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 bulan atau denda paling banyak
Rp.800.000.000,- .
Ø
Setiap orang yang dengan sengaja
tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh DJP dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 10 bulan dengan denda paling banyak
Rp.800.000.000,- .
Ø
Setiap orang yang dengan sengaja
menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian
kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda
paling banyak Rp.500.000.000,-
Ketentuan-ketentuan
ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
III. PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak ada beberapa macam yaitu Pajak Penghasilan (PPh 21,
PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, PPh 26, PPh 29, dsb), Pajak Pertambahan Nilai
(PPn dan PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan, BPHTB. Pada dasarnya pajak adalah pundi-pundi pendapatan untuk
negara. Pendapatan negara inilah yang digunakan negara untuk memenuhi keperluan
negara.
Namun kesadaran masyarakat akan kewajiban membayar pajak
sangat kurang. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
pajak dan juga kurang terbukanya pemerintah mengenai dana aliran pajak. Selain
itu masih banyaknya para pejabat Indonesia melakukan KKN. Hal-hal tersebut
semakin membuat masyarakat kurang percaya terhadap pemerintah.
3.2 Saran
Sebenarnya sistem
perpajakan di Indonesia sudah cukup baik. Namun kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai pajak dan sikap dari pejabat-pejabat Indonesia yang
melakukan KKN membuat masyarakat kurang percaya terhadap pemerintah.
Dengan adanya masalah-masalah
tersebut, seharusnya pemerintah sering membuat seminar mengenai pajak dan
menanamkan sifat akan kesadaran pajak. Karena bagaimanapun peran pemerintah
dalam mensosialisasikan dan menanamkan sifat kesadaran membayar pajak sangat
dibutuhkan.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, Perpajakan Indonesia edisi lima, Salemba
Empat, Jakarta, 2005
Muljoko Jono, Pengantar PPH dan PPH 21, Andi,
Yogyakarta, 2009
Markus Muda.,Drs, Perpajakan Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005
Direktorat Jenderal Pajak,
Pajak Pertambahan Nilai
Direktorat Jenderal Pajak,
Dekat dengan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak,
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak,
Pajak Penghasilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar